SERAMBIRIAU.COM - Perayaan Hari Raya Waisak Nasional 2019 pertama kali diselenggarakan di halaman Candi Muara Takus memiliki makna tersendiri di tengah kondisi bangsa saat ini.
Saat perayaan tersebut, Sabtu malam, 25 Mei 2019, para pemuka Agama Buddha bersepakat kepada umat untuk mencintai Tanah Air Indonesia dengan tetap saling hormat-menghormati serta merawat Bhineka Tunggal Ika demi persatuan bangsa seperti diatur dalam Pancasila dan UUD 1945.
Ketum Majelis Budhayana Indonesia, Amin Untario mengatakan, perayaan tahun ini bukan merayakan kelahiran, ataupun pencapaian penerangan dan wafatnya (nirvana) Buddha saja, akan tetapi juga untuk aplikasi makna Buddha dalam kehidupan kebangsaan demi hidup harmonis dan saling mendukung dan mencintai tanah air indonesia.
"Dalam mencintai kerap kali dalam kehidupan sehari-hari hanya sebatas di mulut saja. Tetapi ketika ekonomi semakin baik banyak ingin pindah warga negara saat ada masalah di Indonesia. Untuk itu dari perayaan dihadiri 27 provinsi, mulai Sumatera Utara hingga Papua Barat, diharapkan mencintai Tanah Air lebih," kata Amin Utario.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bimas Budhha Kementerian Agama (Kemenag) mewakili Menteri Agam (Menag), Caliadi mengatakan, Candi Muara Takus zaman dulu, sudah merupakan pusat keagamaan Buddha di Asia Tenggara di masa Sriwijaya.
"Candi Muara Takus sejak zaman dulu merupakan pusat pendidikan Buddha terbesar di Asia. Maka kami memberikan kepercayaan untuk menyelenggarakan perayaan Waisak 2019 di sini," kata Caliadi.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Sangha Agung Indonesia, Khem?caro, Mahathera mengingatkan, agar tidak merasa kecil sebagai minoritas.
Karena mayoritas dan minoritas, jelasnya, semuanya harus bisa memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dan merawat kebhinnekaan.
"Diharapkan dengan perayaaan Waisak di Muara Takus membawa kebanggaan candi tersebut ke kancah Internasional ke depannya dan menjadi kebanggan bangsa," kata Khem?caro, Mahathera .
Ia mengatakan, ada sebanyak undangan 3.500 umat merayakan Waisak disebarkan sembari mendoakan kesatuan bangsa sebagai bentuk kecintaan kepada Tanah Air.
Ketika Sang Buddha Pangeran Sidharta Gautama semasa hidupnya mengajar di bawah pohon bodi, ajarkan kita untuk jauh dari politik atau hidup harmonis.
"Untuk itu, momentum Waisak harus mencintai sesama dengan bertindak dengan penuh kasih sayang dihadapkan pada situasi kekinian," jelasnya.
Ia menjgatakan, rangkaian Waisak dimulai dengan pengambilan air suci dari 6 sumber air, Air Panas Pawan Rohul, Inhu, Sungai Kampar, Sungai Bungsu Kampar Kiri, Sungai Siak serta api dan Vihara HOK Ann Kiong Bengkalis,dan parade bendera dari 27 perwakilan Majelis Buddha yang ada di Indonesia.
Perayaan Hari Raya Waisak 2019 ini juga dihadiri Gubernur Riau, Syamsuar, Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jilmy Jimly Asshiddiqie, Bupati Kampar Catur Sugeng, Anggota DPD RI Rosti Uli Purba.
Jimly mengatakan, umat Buddha pernah besar dan dan membuat sejarah di nusantara, sebelum kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya sudah dulu lebih besar.
"Menurut data, jumlah umat Buddha di Asia Tenggara ada 45 persen dan umat Islam 40 persen dari jumlah penduduk Asia Tenggara. Jika kedua umat berkolaborasi maka akan menghasilkan kekuatan yang hebat," ujarnya. (RIAUONLINE.COM)