Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia, dan Politik Balas Budi Belanda

Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia, dan Politik Balas Budi Belanda
Internet/Ilustrasi

PEKANBARU, SERAMBIRIAU.COM – Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pergaulan diantara bangsa-bangsa nusantara berabad-abad yang lalu. Kemudian, Ki Hajar Dewantara mengusulkan Bahasa Melayu untuk menjadi bahasa Indonesia.

Dikutip dari Antara, 19 Desember 2019, pemerintah Belanda mempunyai peranan cukup penting dalam penggunaan dan penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia.

Tahun 1901, Belanda mulai memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia sebagai salah satu bentuk politik balas budi. Sebagai bahasa pengantar, maka Belanda menggunakan bahasa Melayu, dengan alasan bahasa Melayu sudah menjadi lingua franca (bahasa pergaulan) di nusantara.

Bahasa Melayu yang dipilih adalah bahasa Melayu dari Lingga, dimana disanalah Raja Ali Haji menerbitkan karya yang terkenal, Gurindam Dua Belas.

Belanda kemudian menerapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah tanah jajahannya, termasuk di Pulau Jawa dan pulau lain. Sehingga, kemudian Ki Hajar Dewantara mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia.

Bung Hatta juga menegaskan bahwa asal usul bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dari sebuah pulau kecil bernama Lingga.

“Pada permulaan abad ke-20 ini bahasa Indonesia belum dikenal. Yang dikenal sebagai lingua franca ialah bahasa Melayu Riau. Orang Belanda menyebutnya Riouw Maleisch. Bahasa itu berasal dari logat sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Penyengat dalam lingkungan Pulau Riau,” Bung Hatta (detik – 15 Desember 2014). (bpc)

Berita Lainnya

Index