Terkait Harga dan Stok Masker di Pekanbaru, Disperindag Lepas Tangan

Terkait Harga dan Stok Masker di Pekanbaru, Disperindag Lepas Tangan
Kepala Disperindag Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut

PEKANBARU - Pandemi virus corona dimanfaatkan bagi segelintir orang mengambil keuntungan lebih. Salah satunya ketersediaan masker yang sulit ditemukan sejak virus covid-19 mewabah di Indonesia.

Di Kota Pekanbaru sendiri, sebagian besar apotek tidak lagi menjual masker karena kehabisan stok ataupun tidak mendapat kiriman dari agen.

Kalaupun ada, harga naik berlipat-lipat. Jika biasanya satu lembar paling tinggi Rp2 ribu, saat ini hampir Rp14 ribu per helai.

Meski sulit ditemukan di sejumlah apotek, masker malah mudah dicari di sejumlah supermarket ataupun minimarket. Tentu saja harganya jauh di atas normal.

Jika biasanya masker standar N-95 hanya Rp15 ribu, kini harganya sudah Rp60 ribu per lembar.

Mahalnya masker tak membuat warga mengurungkan niat membelinya. Apalagi saat ini jumlah penderita virus corona ataupun terdapat gejalanya bertambah tiap hari.

Masyarakat ingin melindungi diri walaupun pihak dinas kesehatan selalu menyatakan masker hanya untuk orang sakit.

Sikap masyarakat membeli masker ini juga sebagai antisipasi. Mana tahu ada orang yang terinfeksi ataupun terdapat gejala sengaja menularkan kepada orang sehat.

Seperti diungkapkan Dini, mahasiswi salah satu peguruan tinggi di Pekanbaru. Dia menyebut sudah banyak menghabiskan uang membeli masker standar karena masa pakainya tidak bisa berhari-hari.

"Satu hari habis itu buang, beli lagi walau harganya Rp13,5 ribu. Kalau beli satu kotak bisa Rp400 ribu bahkan lebih, beli satu-satu saja walaupun mahal juga," katanya.

Dini mengaku sudah mencari masker ke sejumlah apotek di daerah tinggalnya di Kecamatan Tampan. Hasilnya selalu nihil karena pelindung ini selalu hilang dari peredaran.

"Kalau di Supermarket tidak sesulit di apotek, lebih mudah didapat," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru Ingot Hutasuhut mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menyebut masker bukanlah benda yang harganya dibatasi.

"Kan (masker) tidak termasuk barang-barang yang dipatok harganya," terang Ingot.

Menurut Ingot, pembatasan harga masker harus dilakukan instansi lebih tinggi, pemerintah pusat misalnya. Dengan demikian akan ada acuan harga masker di pasaran.

"Kalau kita gak ada kewenangan memaksa orang harus harganya sekian, perlu kebijakan bersama," katanya.

Ingot juga menyatakan dinasnya tidak bisa menetapkan harga karena masker bukanlah seperti komoditas lainnya. Misalnya seperti gas elpiji yang ada harga eceran tertinggi (HET).

"Ada hukum dagangnya, gak ada HET (masker)," kata Ingot. (***)

Berita Lainnya

Index