PSBB di Riau Tidak Diperpanjang, Siapkah Riau Terapkan New Normal

PSBB di Riau Tidak Diperpanjang, Siapkah Riau Terapkan New Normal
aktivitas di car free day Pekanbaru.(ist)

PEKANBARU, SERAMBIRIAU.COM - Provinsi Riau resmi mengakhiri pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung selama lebih kurang 2 bulan yang sempat mengalami beberapa kali perpanjangan. 

Pemerintahan setempat juga berencana mulai memberlakukan pendekatan-pendekatan baru yang disebut dengan New Normal atau normal yang baru. 

Hal ini tentu mendapat sambutan dan respon positif bagi masyarakat tanpa terkecuali. Namun, jika diulas kembali, apakah provinsi Riau benar-benar layak untuk melakukannya?.

Relawan covid-19 FK UNRI melakukan wawancara mengenai efektivitas psbb dan new normal kepada beberapa narasumber seperti dr Indra yovi Sp. P(k) dan bagian perhimpunan ahli epidemiologi Indonesia di provinsi Riau.

Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Provinsi Riau, dr. Wildan Asfan Hasibuan, M.Kes, dibutuhkan banyak indikator untuk menilai keefektifan PSBB yang diterapkan di suatu wilayah. 

"Paling tidak ada sekitar 9-10 indikator yang digunakan untuk menilai PSBB, di luar New Normal," terang dr. Wildan.

Wildan menjelaskan indikator-indikator tersebut meliputi orang tetap di rumah, perkembangan kasus konfirmasi positif, serta apakah masyarakat sudah menerapkan pemakaian masker ke luar rumah, physical distancing, penyediaan tempat untuk mencuci tangan dan lain sebagainya. 

"Selain itu, yang juga digunakan adalah RT/RO jika lebih dari 1 menunjukkan masih adanya penularan," jelasnya. 

Selanjutnya ia kembali menjelaskan bahwa RO (Basic Reproduction Number) dan RT (Effective Reproduction Number) atau setelah dilakukan intervensi berapa jumlah penurunan kasus. 

Rasio tersebut menunjukkan rata-rata satu penderita dapat menularkan ke berapa orang dengan menggunakan aplikasi khusus. Jika rasionya 1 artinya stabil, ada satu pasien sembuh dan ada satu penderita baru, sehingga target yang harus dicapai yaitu nilai kecil dari 1.

dr. Wildan juga menegaskan bahwa social sentiment dan penegakan hukum juga menjadi indikator penting keberhasilan pelaksanaan PSBB. 

"Sejauh ini beberapa indikator sudah terpenuhi sehingga pemerintah tentu pede untuk mulai memberlakukan New Normal, contohnya di Pekanbaru rasio RT/RO dengan indeks 0.88 dan kasus positif COVID-19 juga mengalami penurunan," tuturnya.

Pernyataan adanya penurunan kasus positif dibenarkan oleh Juru Bicara Penanggulangan Covid-19 Provinsi Riau, dr Indra Yovi, Sp.P (K).

Bahkan Provinsi Riau sendiri menepati posisi teratas dalam hal tingkat kesembuhan pasien COVID-19 se-Indonesia. 

Indra menjelaskan, prestasi tersebut dapat dicapai berkat adanya gugus tugas penanganan COVID-19 Riau sebagai komando sehingga tidak ada perbedaan penatalaksanaan pasien. 
 
"Kami tidak mengenal adanya istilah Orang Tanpa Gejala (OTG). Pokoknya semua yang berpergian keluar provinsi dan adanya kontak dengan pasien konfirmasi, tergolong Orang Dalam Pengawasan (ODP), serta tiap rumah sakit wajib menyediakan ruangan isolasi untuk penanganan pasien. Hal ini tentu diharapkan dapat meminimalisir angka kejadian COVID-19,"jelasnya lagi. 

Saat ditanya mengenai efektifitas pemberlakuan PSBB dan akan diterapkannya New Normal, ia mengatakan perlu adanya penilaian secara kualitatif yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 

"Walaupun nantinya akan ditetapkan  New Normal, yang penting harus disiplin dengan pakai masker saat keluar rumah, physical distancing, dan rajin cuci tangan” imbuhnya.

Istilah dari new normal yang disebut pada hampir sepekan ini sudah banyak kesalahpahaman pada masyarakat tentang makna sebenarnya dari new normal itu sendiri. 

Indra menjelaskan bahwa new normal harus nya lebih dijabarkan lagi makna nya, new normal yang di maksud adalah memperbolehkan masyarakat melakukan aktivitas kembali secara bertahap dari aspek sosial, ekonomi, keagamaan, pariwisata, dan yang terakhir adalah sekolah dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. 

"Pandemi yang terjadi tidak akan mungkin akan berlalu secapat ini karena kita tidak pernah bisa memprediksi kapan akan terjadi lonjakan jumlah kasus, untuk dapat menekan jumlah kejadian diperlukan kedisiplinan dari masyarakat," tutupnya. (Rls)

Berita Lainnya

Index