PEKANBARU - Besaran iuran sampah di Kota Pekanbaru ditetapkan sebesar Rp20 ribu. Mahalnya iuran sampah tersebut menimbulkan banyak perdebatan di tengah masyarakat.
Warga mengeluhkan besaran angka iuran yang jelas lebih mahal dibandingkan dengan sebelum dikelola oleh pemerintah melalui Lembaga Pemungut Sampah (LPS). "Dulu iuran sampah mulai Rp 5 ribu untuk pemukiman warga sampai Rp 15 ribu. Artinya naik lebih dua kali lipar," keluh R salah seorang warga Kelurahan Sigunggung Pekanbaru.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru pun angkat bicara. DLHK menyebutkan besaran iuran sampah yang dipungut langsung oleh Lembaga Pengelola Sampah (LPS) ke masyarakat, sebelumnya telah disepakati RT RW beserta tokoh masyarakat.
Hal Itu diungkapkan Plt Kepala DLHK Kota Pekanbaru, Reza Aulia Putra kepada media, Senin (16/6/2025). Reza menjelaskan, yang dipungut oleh LPS bukanlah retribusi, melainkan iuran.
"Jadi yang dipungut sama masyarakat itu, itu iuran. Iuran itu apa, iuran itu, itu yang disepakati sama masyarakat. Nah yang disepakati sama masyarakat itu apa, sudah disetujui RT RW nya, tokoh masyarakatnya. Kalau dia tidak disetujui RT RW, berarti itu bisa dibilang tidak ada mufakat mereka," jelasnya.
Menurut Reza, selama ini uang kutipan sampah dipungut oleh angkutan mandiri, dan uang tersebut tidak masuk ke Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru.
"Permasalahannya kan begini, selama ini banyak mandiri yang mengambil (iuran sampah), bukan LPS. Selama ini mandiri yang mengambil, mereka (masyarakat) bayar berapa, Rp15 ribu sampai dengan Rp20 ribu, kurang lebih sama kan. Jadi mandiri yang mengambil itu, itu tidak masuk sedikitpun atau satu rupiah pun ke retribusi, ke pemko. Nah LPS inilah yang memungut iuran itu, nanti merekalah yang membayarkan retribusi kepada Pemko," ulas Reza.
Dengan adanya LPS, menurut Reza, lapangan pekerjaan bagi masyarakat di kelurahan akan terbuka, meningkatnya retribusi kota Pekanbaru, yang nantinya anggaran tersebut akan kembali kepada masyarakat berupa pembangunan berbagai infrastruktur.
"Nah, banyak isu-isu liar diluar, dibilang LPS memungut retribusi terlalu tinggi, bukan retribusi yang dia (LPS) pungut, itu iuran yang dibayar diakhir bulan, bukan dimuka di bayar. Itu salah persepsi. Kalau retribusi itu sudah ada ketetapannya. Kalau LPS yang mengambil retribusi itu salah, mereka itu mengambil iuran," ujarnya.
"Jadi yang membayarkan retribusinya itu bukan warga, tetapi LPS lah yang membayarkan retribusinya. Nanti kita siapkan tonase, hitungan tonase dia, 100 rupiah perkilonya," imbuhnya.
Reza mengatakan, tugas LPS diatur dalam Permendagri Nomor 33 tahun 2010, tentang tugas pokok dan fungsi LPS.
"LPS ini resmi, ada dasar hukumnya. Disitu ada Perwako, ada Perda dan Permendagri Nomor 33, disitu jelas tugas LPS itu seperti apa," jelasnya.
