Mengubah Tradisi Kinerja Rendah Pelaksanaan Anggaran Satker Dekonsentrasi

Mengubah Tradisi Kinerja Rendah Pelaksanaan Anggaran Satker Dekonsentrasi
Arie Suwandani Wiwit Warastuti, S.Sos, MBA

Oleh: Arie Suwandani Wiwit Warastuti, S.Sos, MBA 

Satker Dekonsentrasi adalah Satker Perangkat Daerah yang diberikan alokasi dana dari APBN untuk melaksanakan tugas dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur. 

Berdasarkan definisi ini Satker Dekonsentrasi merupakan spending  unit yang melaksanakan penugasan dari Kementerian Teknis berdasarkan petunjuk teknis yang diberikan Kementerian Teknis di pusat. 

Beberapa output pelimpahan tugas dekonsentrasi yang dilaksanakan Organisasi Perangkat Daerah di Provinsi Riau diantaranya adalah Layanan  Stabilisasi Harga komoditas pangan strategis di tingkat Produsen dan Konsumen oleh Dinas Ketahanan Pangan, Pendampingan pada 74.910 Desa oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Layanan kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB oleh Dinas Kesehatan, Fakir Miskin yang Terpenuhi Kebutuhan Dasar di Perdesaan oleh Dinas Sosial, Pelatihan Calon Wirausaha baru oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan masih banyak yang lain yang semuanya sangat bermanfaat untuk menggerakkan perekonomian daerah dan mensejahterakan rakyat di provinsi Riau Pelaksanaan tugas dekonsentrasi tersebut di Provinsi Riau pada Tahun 2018 dituangkan ke dalam 46 DIPA yang dilaksanakan oleh 22 OPD dengan total alokasi sebesar Rp 152,2 Miliar. 

Pada tahun 2019 alokasi dana Dekonsentrasi di Provinsi Riau menurun menjadi Rp 149,6 Miliar dengan total DIPA berjumlah 45 DIPA.  Berdasarkan data realisasi atas DIPA Dekonsentrasi selama 5 tahun terakhir (sejak tahun 2014 sampai dengan 2018) dari Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau diperoleh kecenderungan realisasi yang mirip. 

Pada bulan Januari hampir seluruhnya tidak ada realisasi. Realisasi pada triwulan I cenderung rendah dan cenderung meningkat secara signifikan di triwulan  II dan III. Pada triwulan IV realisasi cenderung meningkat secara tajam. 

Untuk tahun 2018 data menunjukkan bahwa pada Triwulan I rata-rata realisasi hanya 6% dari target nasional pada triwulan I sebesar 15%. Hal ini disebabkan oleh pada Triwulan I 52% Satker memiliki realisasi 0% dan sisanya berkisar antara 5 sd 29% saja . 

Pada Triwulan II rata-rata realisasi sebesar 21%, atau hanya 27% pada semester I sedangkan pada Triwulan III realisasi baru mencatatkan rata-rata realisasi sebesar 28% yang artinya baru sepertiga dari total anggaran yang terserap meskipun tahun anggaran sudah tinggal 3 bulan lagi.

Mudah untuk ditebak bahwa akan terjadi lonjakan realisasi pada Triwulan IV dan terbukti berdasarkan data pada Tahun 2018, realisasi tertinggi terdapat pada Triwulan IV dengan rata-rata sebesar 45%. Yang cukup mencengangkan adalah terdapat 38 dari 46 satker atau 40% satker Dekonsentrasi memiliki realisasi triwulan IV lebih dari 50%. 

Fakta ini menunjukkan bahwa pada 40% Satker Dekonsentrasi lebih dari separuh total alokasi dalam satu tahun anggaran dieksekusi hanya dalam waktu 3 bulan terakhir saja. Pada tahun 2019, berdasarkan data per tanggal 13 Maret, masih kita lihat “tradisi” rendahnya kinerja anggaran pada satker dekonsentrasi yaitu hanya mencatatkan realisasi sebesar 4,1% atau setara dengan Rp 6,1 Miliar dari pagu total sebesar Rp 149,6 Miliar. 

Sangat jauh dari standar target realisasi nasional yaitu 15% pada akhir Triwulan I (akhir Maret 2019). Kinerja Anggaran pada hakikatnya bukan hanya terletak pada berapa persen dana dapat dihabiskan dalam satu tahun anggaran, melainkan juga terletak pada seberapa banyak output yang dihasilkan dari realisasi anggaran tersebut, seberapa tinggi kualitasnya dan seberapa besar serta seberapa cepat manfaatnya (outcome dan impact) dapat dirasakan oleh masyarakat . 

Prinsip bahwa alokasi anggaran harus dapat menghasilkan output terbaik baik dari sisi kualitas maupun dari sisi timing manfaat itu dicapai disebut juga prinsip "value for money". 

Permasalahan timing ini menjadi penting karena apabila output hasil dari belanja (realisasi anggaran) baru didapatkan pada akhir tahun anggaran, berarti manfaat yang diterima oleh masyarakat menjadi tidak optimal dirasakan. 

Selain itu Program Dekonsentrasi merupakan 
bagian dari program prioritas nasional dan terkait dengan upaya mencapai target pembangunan pemerintah sehingga keterlambatan pencapaian output dapat berdampak pada capaian program nasional. 

Sebagai contoh, seandainya kegiatan pelatihan calon wirausaha baru atau dapat dilaksanakan di Bulan Maret atau April tentu akan lebih bermanfaat ketimbang pelatihan dilaksanakan pada Bulan November bahkan Desember. 

Secara nasional keterlambatan tersebut juga akan berpengaruh pada pencapaian target nasional dalam program pengentasan kemiskinan melalui pembentukan wirausahawan baru. 

Hal ini tentu saja dapat dikecualikan untuk kegiatan yang memiliki karakteristik haris dilaksanakan pada bulan tertentu misalnya pengadaan bibit tanaman tertentu yang disesuaikan dengan musim tanam dan terkait dengan kondisi cuaca.
 
Tradisi kinerja rendah Satker Dekonsentrasi ini ternyata disebabkan oleh banyak faktor antara lain penetapan SK Pejabat Perbendaharaan yang terlambat/lama ditetapkan (SK ditetapkan perangkat lengkap (SK Pejabat Perbendaharaan dan Juknis); kurangnya kesadaran Satker Dekonsentrasi untuk lebih bersikap proaktif karena menganggap Dana Dekonsentrasi adalah penugasan dari Pusat sehingga kurang “sense of belonging” terhadap kesuksesan pencapaian program dan terakhir adalah pemahaman yang kurang tepat dari para pengelola Dana Dekonsentrasi bahwa yang penting anggaran dapat terlaksana pada tahun anggaran berkenaan (meskipun di akhir tahun) tanpa mempertimbangkan kemanfaatan anggaran seharusnya dapat dirasakan pada tahun yang sama.

Berdasarkan hal-hal sebagaimana digambarkan di atas kami merekomendasikan hal-hal sebagai 
berikut :

1. Perlunya dilakukan percepatan penerbitan SK penunjukan pengelola anggaran dana dekonsentrasi, dengan membuat pengaturan selambat-lambatnya bulan Januari tahun berkenaan. SK pengelola anggaran tahun sebelumnya dapat diberlakukan secara otomatis apabila tidak ada perubahan.

2. Penetapan Juknis oleh Kementerian Teknis sebaiknya sudah dilakukan sebelum Tahun anggaran berjalan (atau bersamaan dengan pengesahan DIPA Pada akhir Desember). Tidak perlu ada penetapan juknis setiap tahun apabila tidak ada konten yang berubah.

3. Kegiatan utama dekonsentrasi baik berupa penyaluran bantuan, mengadakan pertemuan, kegiatan lapangan, pelaksanaan diklat dan lain-lain, sebaiknya dikonsentrasikan untuk dilakukan pada triwulan II dan triwulan III, serta tidak terkonsentrasi di triwulan IV, kecuali kegiatan yang bergantung pada faktor-faktor alam seperti musim, cuaca, gelombang laut dan sebagainya.

4. Kementerian Teknis terkait memberikan reward dan punishment kepada satker dekonsentrasi terkait konsistensi pelaksanaan jadwal kegiatan dana dekonsentrasinya. Pemberian reward dan punishment diharapkan dapat memberikan motivasi bagi satker dekonsentrasi agar meningkatkan kinerja pelaksanaan anggarannya karena pada umumnya satker dekonsentrasi juga merupakan organisasi pemerintah daerah (OPD) yang mempunyai tusi utamanya tersendiri.

5. Perlunya monitoring dan evaluasi secara periodik dari Pemerintah Daerah sebagai atasan langsung OPD untuk memantau kinerja anggaran dana dekonsentrasi. Pengelolaan Dana Dekon agar menjadi bagian dari penilaian kinerja pimpinan OPD yang menangani.

Memang tidak semua rekomendasi ini menjadi domain dari OPD selaku Satker Dekonsentrasi, sebagian lagi merupakan ranah Kementerian Teknis di Jakarta. Namun
demikian apabila seluruh OPD mau bersikap lebih proaktif karena kuatnya rasa memiliki dan membutuhkan alokasi dana dekonsentrasi ini.

Kami yakin perlahan tapi pasti kinerja anggaran Satker Dekonsentrasi akan meningkat dan pada akhirnya masyarakat Riau lah yang paling diuntungkan dan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga.

(*** Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau)

 

Berita Lainnya

Index