Notaris Dewi Farni Bantah Isu Terima dan Pakai Uang Kredit Esron di BNI

Notaris Dewi Farni Bantah Isu Terima dan Pakai Uang Kredit Esron di BNI
Notaris Dewi Farni Bantah Isu Terima dan Pakai Uang Kredit Esron di BNI

PEKANBARU- Dewi Farni Dja'far, notaris yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi proses kredit fiktif di PT Bank Negara Indonesia  (BNI) Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru senilai Rp40 miliar, membantah isu menerima uang dan menggunakannya untuk kepentingan usaha.

Bantahan itu disampaikan melalui kuasa hukumnya Alhendri Tanjung SH MH terkait adanya pemberitaan sejumlah media yang diduga memojokkan posisi Dewi Farni. Padahal, Dewi Farni sebagai notaris tidak terlibat proses pencairan kredit antara Esron Napitupulu sebagai debitur dengan BNI selaku kreditur.

"Kami membantah adanya pemberitaan di media, bahwa uang hasil korupsi perkara BNI itu dipakai untuk usaha salon dan segala macamnya. Karena yang menerima uang itukan bukan notaris, tetapi debitur (Esron-red) yang sudah dihukum,"kata Alhendri didampingi Tim Kuasa hukum lainnya Ilhamdi Taufik SH MH, Sylvia Utami SH MH, Alkhoviz Syukri SH, Andhika Surya Saputra SH dari Kantor Hukum Dr H Adly SH MH, Kamis (17/11/22) di Pekanbaru.

Alhendri menyebutkan, ada juga pemberitaan media tentang persidangan ini yang secara materi perkara menyudutkan Dewi Farni. Sementara perkara yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru ini, banyak yang terbantahkan di persidangan.

"Makanya, kami menyanggah tidak benar seakan-akan digiring isu uang hasil pencairan kredit itu dipakai oleh klien kami selaku notaris. Jadi notaris tidak terkait sama sekali dengan uang itu,"tegasnya.

Kemudian lanjutnya, juga disebutkan dalam pemberitaan bahwa notaris Dewi Farni dituding membantu terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi. Pihaknya juga membantah dan harus mendudukkan terlebih dahulu posisi notaris dalam hal ini.

"Posisi notaris tidak termasuk dalam syarat-syarat prosedur pencairan kredit. Jadi tidak kata-kata notaris, termasuk ke dalam syarat pencairan kredit, tidak ada juga dalam yang namanya cover note,"papar Alhendri.

Karena menurutnya, dalam produk notaris tidak ada masuk dalam proses pencairan kredit. Baik berupa akta maupun cover note.

Perlu juga dicermati sebut Alhendri, bahwa dalam perjanjian kredit hanya ada dua pihak yang bertanggungjawab. Yakni, debitur dan kreditur.

"Nah, tidak ada pihak ketiga yang namanya terlibat. Termasuk notaris juga tidak terlibat dalam perjanjian kredit itu,"terangnya.

Pihaknya juga meluruskan agar masyarakat harus mengetahui bahwa keterlibatan notaris dalam perkara ini harus perlu pendalaman lebih jauh fakta-fakta di persidangan. Apalagi, proses sidang perkara ini baru bergulir.

"Tetapi, ada pemberitaan di media seolah-olah menyudutkan klien kami. Padahal posisinya bukan para pihak dan hanya diminta oleh pihak perbankan untuk membuat sebuah keterangan atau lazim disebut cover note yang istilah ini juga tidak jelas dari mana,"sebutnya.

Oleh karena itu, dia berharap media untuk lebih arif dan berimbang dalam menyampaikan berita. Pihaknya berharap, setiap pemberitaan yang memojokkan juga perlu dikonfirmasi ulang agar berimbang (cover both side).

Pada kesempatan itu, Ilhamdi Taufik juga menambahkan bahwa perkara Tipikor ini tidak pernah pelakunya tunggal dan pasti ada kerjasama. Bahkan kerjasama ini sudah terbukti pada persidangan sebelumnya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

"Ada tujuh pegawai BNI yang masuk (penjara-red) dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Bahkan pada vonis terdakwa Esron Napitupulu, itu dinyatakan kerugian negara menjadi tanggungjawabnya sebanyak lebih Rp35 miliar,"tegasnya.

Sebab itu, apabila ada pihak-pihak lain yang menuding Dewi Farni ikut serta dalam menentukan pencairan kredit dan ikut serta menerima aliran dana kredit adalah tidak benar. Bahkan di persidangan terkuak jika upah Dewi sebagai notaris belum dibayar hingga kini.

"Jadi berlaku dalam azaz hukum itu namanya audi et alteram partem. Artinya, mendengarkan pendapat kedua belah pihak,"papar Ilham.

Untuk diketahui, dalam perkara ini Dewi didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU)  Dewi Shinta Dame Siahaan SH, Nureni Lubis SH dan Lusi Yetri Man Mora SH Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ayat (1) KUHP. Dalam pasal tersebut, ancaman pidananya maksimal 20 tahun penjara.

Sidang perkara ini masih bergulir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dengan majelis hakim yang dipimpin Dr Salomo Ginting, Yuli Artha Pujoyotama SH MH dan Yanuar Anadi SH MH. Sejauh ini, agenda sidang masih mendengarkan keterangan saksi yang diajukan JPU.

JPU dalam dakwaannya menyebutkan, Dewi Farni terlibat dalam proses pemberian Kredit Investasi Refinancing (KIR) kepada Debitur Esron Napitupulu selaku Dirut PT Barito Riau Jaya (BRJ) yang sudah dihukum dalam perkara ini. Dimana kredit itu diberikan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru dengan rinciannya, sebesar Rp17 miliar pada tahun 2007 dan Rp23 miliar pada tahun 2008 silam.

Selain Esron, dalam perkara ini sejumlah pegawai BNI juga telah dihukum. Diantaranya, Ir Atok Yudianto selaku Pemimpin BNI Sentra Kredit Kecil (SKC) Pekanbaru, Albert Benny Caruso Manurung selaku Penyelia Relationship Officer (RO), Dedi Syaputra S.Sos, M.Si selaku Pengelola Unit Pemasaran dan Relationship Officer (RO), Drs. Mulyawarman Muis MM selaku Pemimpin Kantor Wilayah 02 Padang PT BNI. (Rls/man)

Berita Lainnya

Index