JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memperluas kerja sama dengan Kementerian Pertahanan dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memitigasi potensi kejahatan pertanahan dan konflik di lapangan.
Langkah ini dilakukan guna menciptakan sistem deteksi dini (early warning system) dalam rangka menjaga stabilitas ketahanan dan pertahanan nasional.
“Kita buat early warning system, deteksi dini ini penting agar konflik pertanahan tidak mengganggu stabilitas pertahanan dan ketahanan nasional,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan 2024 di Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Kerja sama tersebut diresmikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Nusron Wahid, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Kepala BIN Muhammad Herindra.
Kolaborasi ini bertujuan untuk memperkuat upaya pemberantasan kejahatan pertanahan serta menyelesaikan konflik yang terjadi di berbagai wilayah.
Nusron menjelaskan, konflik pertanahan dapat terjadi di tiga level: Low Intensity Conflict, High Intensity Conflict, dan konflik yang berpotensi memunculkan isu politik.
“Konflik level rendah biasanya melibatkan individu. Konflik level tinggi sering kali terjadi antara individu dan korporasi. Sementara itu, konflik yang melibatkan rakyat dan negara berpotensi memunculkan ekses politik yang bisa mengganggu stabilitas nasional,” jelasnya.
Sejak 2018, upaya pemberantasan mafia tanah telah dilakukan melalui pembentukan Satgas Anti-Mafia Tanah yang melibatkan Kementerian ATR/BPN, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI. Kerja sama baru ini diharapkan dapat semakin memperkuat langkah tersebut.
“Kolaborasi ini penting untuk memastikan stabilitas politik tetap kondusif dan mencegah dampak buruk dari konflik pertanahan,” pungkas Nusron.
Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani persoalan pertanahan yang sering menjadi sumber konflik sosial dan politik di Indonesia.**
