Benarkah Mafia Judi Internasional Mengubur Mimpi Timnas di Piala AFF 2010?

Benarkah Mafia Judi Internasional Mengubur Mimpi Timnas di Piala AFF 2010?

 


Jakarta - Berstatus sebagai salah satu tuan rumah, bersama Vietnam, Indonesia dilanda demam luar biasa terhadap Tim Merah-Putih pada tahun 2010 lalu.

Suatu hal yang sangat membanggakan melihat hampir seluruh masyarakat mendukung perjuangan Tim Garuda di Piala AFF 2010 atau edisi ke-8. Laki-laki, wanita, tua-muda, dari berbagai profesi, semuanya disatukan oleh Timnas Indonesia.

Keinginan melihat Timnas Indonesia berjaya sekaligus merebut trofi untuk pertama kalinya di turnamen paling akbar di kawasan Asia Tenggara ini jadi pendorong utama para suporter memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Stadion kebanggaan Indonesia itu bahkan tak sanggup lagi menampung antusiasme suporter yang datang dari seluruh Indonesia. Tiket pertandingan terjual begitu cepat. Para calon penonton terpaksa merogoh kocek lebih dalam demi selembar tiket dari tangan calo.

Kafe, hotel, hingga lapangan dipenuhi masyarakat yang ingin menyaksikan pertandingan Tim Garuda dengan cara nonton bareng (nonbar). Jersey dan pernik-pernik timnas dari yang dijual di emperan hingga pusat perbelanjaan, laris bak kacang goreng.

Tidak hanya itu, seluruh media massa berlomba menyajikan berita sepak terjang Timnas Indonesia yang dilatih Alfred Riedl. Tak cukup pemain, tim pelatih, hingga ofisial tim yang dielu-elukan dan diburu awak media, keluarga, istri hingga kekasih para pemain mendadak jadi sorotan karena ikut jadi buruan media hiburan negeri ini.

Euforia dan asa masyarakat Indonesia meninggi setelah melihat racikan Alfred Riedl di laga awal penyisihan Grup A begitu menjanjikan. Bagaimana tidak, bila Indonesia langsung menghempaskan busuh bebuyutan, Malaysia, dengan skor telak 5-1 di pertandingan pertama penyisihan grup.

Di Grup A, Indonesia dan Malaysia tergabung bersama Thailand dan Laos, sementara Grup B yang dimainkan di Vietnam dihuni tuan rumah bersama Filipina, Singapura, dan Myanmar.

Pada pertandingan kedua dan ketiga penyisihan grup, Indonesia lagi-lagi memberikan kegembiraan dengan menggulung Laos dengan skor 6-0 serta menumbangkan tim kuat, Thailand, dengan skor 2-1.

Secara khusus, kemenangan atas Thailand yang kala itu sudah tiga kali meraih trofi juara Piala AFF, diperoleh secara dramatis karena dihasilkan di menit akhir (menit 91) lewat penalti Bambang Pamungkas.

Timnas Indonesia pun melaju ke semifinal sebagai juara grup dengan nilai sempurna, sembilan, mencetak total 13 gol dan hanya kebobolan dua gol. Langkah Indonesia ini diikuti Malaysia, yang jadi runner-up Grup A.

Di semifinal, Tim Merah-Putih bertemu tim kuda hitam, Filipina. Di luar dugaan Filipina mampu menyingkirkan Singapura dan Myanmar untuk jadi runner-up Grup B mendampingi Vietnam yang jadi juara grup.

Di semifinal, keberuntungan bak menaungi Indonesia. Pasalnya, Filipina terpaksa memainkan laga kandangnya (leg pertama semifinal) di Stadion GBK, karena AFF tidak memberikan rekomendasi Filipina memainkan laga kandang di Manila lantaran stadion yang masih belum memenuhi syarat.

Kepercayaan diri Timnas Indonesia pun membumbung tinggi. Sempat kesulitan membongkar pertahanan The Azkals, gol tunggal Cristian Gonzales menyudahi perlawanan Filipina pada leg pertama. Di leg kedua, pemain naturalisasi asal Uruguay itu kembali jadi pahlawan karena gol tunggalnya mengirim Indonesia ke final.

Indonesia menyingkirkan Filipina di semifinal dengan agregat gol 2-0 dan mencapai final keempat sepanjang keikutsertaan di Piala AFF sejak edisi pertama pada 1996.

Di final, Indonesia kembali bersua musuh bebuyutan: Malaysia, yang membekuk Vietnam dengan agregat gol 2-0 di semifinal.

Sentimen anti-Malaysia dan sebaliknya, yang sedang terjadi pada masa-masa itu membuat tensi jelang pertandingan puncak memanas. Pemerintah kedua negara pun terpaksa turun tangan mendinginkan suporter masing-masing yang sudah "berperang" lewat media sosial.

Datang dengan motivasi dan semangat tinggi, Indonesia di luar dugaan dikalahkan Malaysia dengan skor 0-3 di leg pertama yang dimainkan di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur, pada 26 Desember 2010. Tiga gol seluruhnya tercipta di babak kedua lewat Safee Sali (dua gol) dan Ashaari Shamsuddin.

Sejumlah insiden terjadi di leg pertama itu. Semisal protes yang dilancarkan para pemain Indonesia pada menit ke-53 dengan meninggalkan lapangan akibat adanya sinar laser dari penonton yang diarahkan ke kiper Markus Horison. Kabarnya, hal itu sebagai pembalasan karena saat pertemuan di penyisihan grup, ditengarai suporter Indonesia melakukan hal sama terhadap kiper Malaysia, Mohd Sharbinee.

Indonesia pun memikul beban berat di leg kedua, 29 Desember 2010, karena harus mencetak lebih dari tiga gol agar bisa menyamakan skor dan untuk jadi juara, harus lebih banyak gol lagi yang diciptakan serta menjaga gawang agar tidak kebobolan.

Dengan dukungan puluhan ribu suporter setia di Stadion GBK, perjuangan yang dilakukan Tim Merah-Putih mencapai garis akhir. Indonesia menang 2-1 lewat gol Nasuha dan M. Ridwan, namun tetap gagal merengkuh gelar juara karena kalah agregat gol 2-4.

Datang dengan motivasi dan semangat tinggi, Indonesia di luar dugaan dikalahkan Malaysia dengan skor 0-3 di leg pertama yang dimainkan di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur, pada 26 Desember 2010. Tiga gol seluruhnya tercipta di babak kedua lewat Safee Sali (dua gol) dan Ashaari Shamsuddin.

Sejumlah insiden terjadi di leg pertama itu. Semisal protes yang dilancarkan para pemain Indonesia pada menit ke-53 dengan meninggalkan lapangan akibat adanya sinar laser dari penonton yang diarahkan ke kiper Markus Horison. Kabarnya, hal itu sebagai pembalasan karena saat pertemuan di penyisihan grup, ditengarai suporter Indonesia melakukan hal sama terhadap kiper Malaysia, Mohd Sharbinee.

Indonesia pun memikul beban berat di leg kedua, 29 Desember 2010, karena harus mencetak lebih dari tiga gol agar bisa menyamakan skor dan untuk jadi juara, harus lebih banyak gol lagi yang diciptakan serta menjaga gawang agar tidak kebobolan.

Dengan dukungan puluhan ribu suporter setia di Stadion GBK, perjuangan yang dilakukan Tim Merah-Putih mencapai garis akhir. Indonesia menang 2-1 lewat gol Nasuha dan M. Ridwan, namun tetap gagal merengkuh gelar juara karena kalah agregat gol 2-4.

Banyak kalangan menilai bila saja penalti Firman Utina pada menit ke-18 sukses jadi gol, hasil pertandingan kala itu akan berbeda. Alih-alih menjebol gawang lawan terlebih dulu, Malaysia justru lebih dulu membobol gawang Indonesia lewat Safee Sali pada babak pertama. Sementara dua gol Indonesia tercipta di babak kedua.

Penyesalan dan luapan ketidakpuasan bermunculan di kalangan pencinta sepak bola Indonesia. Terlebih, setelah muncul dugaan adanya "permainan" yang dilakukan petinggi PSSI yang membuat Tim Merah-Putih kalah telak 0-3 pada leg pertama.

Rumor tidak sedap yang perihal partai final yang diwarnai adanya bandar judi besar dan para petinggi PSSI ada di balik hal itu, berembus kencang. Keberadaan beberapa oknum petinggi PSSI yang berada di ruang ganti pemain saat pertandingan dikabarkan jadi salah satu bukti hal itu.

Selain itu, penampilan sejumlah pemain yang di partai final tidak seperti biasanya, membuat isu semakin santer terdengar. Beberapa pemain ditengarai sudah dibeli untuk membuat Tim Merah-Putih kalah.

Belum lagi, adanya surat kaleng yang dikirimkan dengan identitas Eli Cohen kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu membeberkan adanya dugaan suap di partai final Piala AFF 2010 itu serta meminta Presiden SBY menyelidiki dugaan itu.

Hanya, sampai sekarang, apa yang sebenarnya terjadi pada partai final enam tahun lalu itu masih jadi misteri. Tidak ada penyelidikan yang dilakukan dan pencinta Tim Garuda harus puas dengan jawaban bila timnas kesayangan memang kalah kualitas dan permainan dari Timnas Malaysia. (Bola)

Berita Lainnya

Index