Menteri LHK Resmi Buka Kegiatan Diklat Green Leadership Indonesia batch 2

Menteri LHK Resmi Buka Kegiatan Diklat Green Leadership Indonesia batch 2

Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Prof. Siti Nurbaya Bakar membuka secara resmi batch 2 Green Leadership Indonesia (GLI) Sabtu, (17/9/2022) pagi. 

Pembukaan GLI Indonesia yang dilaksanakan oleh Institut Hijau Indonesia dipimpin Bapak Chalid Muhammad dan para Steering Komite GLI dari WALHI, HUMA dan KNTI.

Melalui pertemuan menggunakan virtual zoom menteri LHK menyampaikan ucapan selamat atas pembukaan resmi batch-2 kegiatan pelatihan GLI saat ini.

"Pada hari ini dapat bertemu kembali setelah beberapa kali kegiatan bersama para peserta GLI dan generasi muda Indonesia secara umum termasuk pada tanggal 13 kemarin bersama Menteri Iklim dan LH," ujar Siti.

Selain membuka secara resmi kegiatan diklat GLI, Siti Nurbaya juga membuka kegiatan nyata lapangan bersih lingkungan di 12 lokasi di Indonesia. Dalam sambutannya Siti mengatakan bahwa kegiatan ini sangat positif telah dimulai dengan sangat baik pada hari ini menyambung kerja-kerja sebelumnya yang diantaranya saya juga mengikuti bersama pada peserta GLI batch-1 di lapangan. Siti pun mengutip kata-kata bijak yang mengatakan bahwa I hear I know, I see I remember and I do I understand. 

Ditambah Siti, sebagai seorang calon pemimpin yang memiliki perspektif keadilan sosial dan ekologis mewajibkan generasi muda untuk memegang teguh tiga prinsip dasar yaitu Adil, Jujur dan Beradab. Dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan untuk kepentingan orang banyak dan antar generasi, kita diwajibkan melakukannya dengan cara-cara yang benar, jujur dan beradab. Ukurannya sederhana. 

Pegang teguh nilai-nilai universal termasuk nilai-nilai dalam budaya, agama, pengetahuan, teknologi dan nilai umum lainnya. Dalam konsep kerja bersama ada kepentingan publik, maka beberapa hal menjadi acuan yang selalu saya beritahukan dan ajak untuk kita pahami bersama, yaitu prinsip-prinsip public life dan internalisasi yaitu

 Pertama, tidak berpikir untuk sendiri (selflessness), kepentingan publik dan tidak berbuat dalam rangka memperoleh keuntungan material untuk dirinya sendiri, keluarga atau teman-temannya. 

Kedua, integritas (integrity), tidak terikat pada ikatan diluar kantor dalam bentuk ikatan finansial maupun kewajiban lainnya yang dapat mempengaruhi didalam menjalankan kewajibannya. 

Ketiga, obyektif (objectivity) dalam melaksanakan urusan publik termasuk dalam hal perjanjian publik, kontrak kerja dengan berbagai pihak serta dalam merekomendasikan untuk penghargaan dan hukuman harus berdasarkan sistem merit. 

Selanjutnya memiliki accountability, akuntabel dalam keputusannya serta langkah-langkah di lapangan dan kesiapan dalam menerima pendalaman, pemeriksaan ataupun gugatan publik. 

Kemudian, openness, terbuka sedapat-dapatnya tentang semua keputusan-keputusan dan langkah-langkah yang diambil beserta alasan-alasannya dalam memutuskan. Menjaga informasi hanya dalam situasi dimana masyarakat luas menghendaki dengan permintaan dan pertimbangan yang jelas. 

Selanjutnya harus memiliki honesty, kejujuran, dimana pegawai harus jujur menyampaikan kepentingannya terkait dengan kewajiban publik dan dalam mengambil langkah penyelesaian konflik dengan selalu melindungi kepentingan publik. 

Dan terakhir yang tidak kalah penting adalah leadership, perlunya kepemimpinan untuk selalu mendorong keenam prinsip tersebut dengan contoh-contoh keteladanan. (Disampaikan oleh Perdana Menteri Jamaika, Rt Hon.PJ. Patterson, 1994). 

"Yang secara umum ingin saya katakan bahwa belajar dari berbagai pihak merupakan hal yang sangat penting. Dalam dunia birokrasi misalnya dimana saya berasal, sejak tahun 1979 saya menjadi birokrasi hingga sekarang saya memimpin birokrasi sebagai salah satu fungsi kepemimpinan politik eksekutif, yaitu ceremony, decision making, birokrasi, dan fungsi krisis. Dalam jajaran birokrasi sejak saya masih sebagai Sekretaris Jenderal selalu saya ajak jajaran staf untuk selalu belajar dan mengikuti perkembangan situasi, sehingga kita tidak cukup hanya thinking a head, atau berpikir saat ini, tetapi kita harus thinking over, terus memikirkan pada yang menjadi persoalan dan seharusnya bagaimana; serta yang penting lagi yaitu thinking across," jelasnya.

Belajar dari berbagai referensi orang lain, negara lain. Kita tidak boleh malas belajar dari pengalaman orang lain. Banyak dari akademisi, pejabat, aktivis senior, jurnalis yang ada saat ini baik di Indonesia maupun dunia adal ah mereka yang saat muda adalah aktivis yang rajin belajar. 

Mereka rajin mengikuti beragam kegiatan organisasi, rajin membaca, selalu berpikiran terbuka dan berpikiran kritis serta memiliki kemampuan dalam mengemukakan pendapat, mengambil keputusan, dan menjadi solidarity makers. Pengalaman hidup mereka perlu dipelajari agar Anda bisa mendapatkan inspirasi. (Man)

Berita Lainnya

Index