ARTIKEL

Kabut Asap Riau, Siapa Yang Salah

Kabut Asap Riau, Siapa Yang Salah
Rohayati, M. Ikom, Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau

KABUT asap akibat kebakaran lahan dan di Riau menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Riau, termasuk Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau.

Jantung masyarakat Riau berdebar saat terjadi peralihan musim. Dari musim penghujan ke musim kemarau. Karena biasanya pada musim inilah kebakaran lahan mulai muncul dan terus meluas di musim kemarau.

Tahun ini musim kemarau di Riau menurut perkiraan cuaca dari BMKG stasiun Pekanbaru terjadi mulai bulan Juni hingga akhir Oktober 2019.

Pada musim kering inilah masa dimana udara Riau tercemar asap akibat kebakaran lahan dan hutan. Kita semua tentu sepakat, kondisi ini tidaj terjadi dan tidak terulang di tahun ini.

Namun kita hanya  bisa berencana, buktinya masyarakat Riau khususnya yang berada di wilayah Dumai dan Bengkalis, dalam beberapa hari ini disuguhkan dengan udara yang berabu asap hasil dari pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab. 

Kondisi ini jelas mengganggu aktifitas bagi semua masyarakat,baik didalam rumah, maupun diluar. Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan ini, memperlihatkan bahwa pemerintah tidak memiliki Standar Operasional Prosedur yang benar dan tepat dalam pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan. Sehingga setiap musim kemarau kabut asap akan kembali hadir.

Seharusnya Pemerintah Daerah saat memasuki musim kemarau, melakukan langkah- langkah kongkrit untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan khususnya pada lahan- lahan gambut. 

Namun yang dilakukan pemerintah provinsi Riau justru melakukan upaya penanganan disaat kabut asap sudah terjadi dan menjadi momok bagi semua masyarakat. Seperti dengan  pembuatan hujan buatan, yang cukup menguras biaya sangat besar.

Untuk itu perlu diterapkan komunikasi bencana yang efektif sehingga masyarakat memiliki pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Baik itu sebelum terjadi bencana, maupun saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana.

Menurut data yang dihimpun, bencana asap yang terjadi saat ini sudah 80 persen menyelimuti pulau Sumatera termasuk Riau. Kalau diprediksi dari segi kesehatan, 10 tahun kedepan bakal banyak masyarakat yang terserang kangker. Tentu tidak menutup kemungkinan untuk empat atau lima tahun lagi akan banyak lagi masyarakat yang terkena penyakit lain.

Bila sudah demikian, apa yang bisa diharapkan masyarakat kepada pemerintahnya, mirisnya lagi Media nasional justru cenderung memberitakan terkait masalah politik Jakarta, dari pada membahas bencana yang langsung bersentuhan dengan masyarakat secara luas. Seperti minimnya pemberitaan kabut asap yang sedang mengancam dan tepat didepan hidung kita.

Kemana lagi nasib masyarakat Riau ini akan dicurahkan untuk mendapatkan solusi agar kabut asap segera sirna dari provinsi kita, dan untuk siapa pula pemerintah kita ini sebenarnya. 

Bahkan masyarakat saat ini justru lebih banyak mengadukan nasibnya kepada Allah SWT  melalui Shalat minta hujan yang dilakukannya, begitu juga pemerintah menganjurkan hal yang sama karena ketidak mampuannya. (***)

*** Penulis : ROHAYATI, M.Ikom, Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau)

Berita Lainnya

Index