JAKARTA - Akuisisi yang dilakukan Grab terhadap unit bisnis Uber di Asia Tenggara masih menyisakan pertanyaan, berapa uang yang digelontorkan perusahaan asal Singapura tersebut.
Berdasarkan keterangan yang dilansir TechCrunch, Selasa (27/3/2018), biaya yang dikeluarkan Grab untuk membeli seluruh operasional Uber di Asia Tenggara tidak sampai USD 100 juta (Rp 1,3 triliun).
Angka tersebut tentunya terhitung kecil mengingat nilai valuasi Grab sendiri saja sudah melebihi USD 6 miliar (Rp 82,4 triliun). Terlebih, dengan nilai transaksi tersebut, Grab sudah bisa merekrut seluruh karyawan Uber di Asia Tenggara yang jumlahnya 500 orang.
Selain itu, perusahaan besutan Anthony Tan tersebut berhak atas seluruh layanan yang diberikan oleh Uber di daerah operasionalnya di ASEAN, yang terdiri dari transportasi dan pesan-antar makanan atau dikenal dengan Uber Eats.
Selain pengembangan dari sisi operasional, dewan pimpinan Grab pun akan diperkuat dengan hadirnya CEO Uber Dara Khosrowshahi ke dalam jajaran direksi. Pria kelahiran Iran tersebut diharapkan mampu membawa pengaruh dan pengalaman yang bisa membimbing Grab ke depannya.
Meski Grab tampak sangat diuntungkan dari transaksi ini, bukan berarti Uber tidak mendapatkan apa-apa dalam kegiatan akuisisi tersebut. Jika Grab mendapat keuntungan dari sisi operasional, maka Uber kedapatan jatah di sektor keuangannya.
Walau diperkirakan hanya mendapat bayaran kurang dari USD 100 juta, Uber berhak memiliki 27,5% dari saham gabungan keduanya. Dengan melihat valuasi Grab yang sudah melewati angka USD 6 miliar, maka bagian yang dimiliki oleh Uber paling tidak bernilai USD 1,6 miliar (Rp 21,9 triliun).
Hal ini tentunya menjadi aset berharga bagi perusahaan asal California, Amerika Serikat tersebut. Apa lagi, mereka tengah siap-siap melantai di bursa saham, atau IPO pada 2019.
Selain itu, dengan kepemilikan saham tersebut, Uber bisa dikatakan sudah balik modal. Hal ini dikarenakan mereka hanya menggelontorkan dana sekitar USD 700 juta (Rp 9,6 triliun) untuk unit bisnisnya di Asia Tenggara selama lima tahun belakangan.
Sementara menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), aksi merger akuisisi ini belum dilaporkan oleh Grab pasca resmi membeli Uber. Grab, menurut Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf, wajib lapor karena pembelian itu juga terkait nasib usaha gabungan mereka di Indonesia.
"Dalam hal ini KPPU belum memperoleh informasi resmi terkait nilai transaksi, namun dari berbagai pemberitaan di publik, kami mencatat potensi sebesar USD 2 miliar (sekitar Rp 27,5 triliun) pada transaksi tersebut," ungkap Syarkawi kepada detikINET, Selasa (27/3/2018).
Namun jika melihat dalam jangka panjang, suksesnya bisnis Grab tentu akan sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Grab sudah pasti akan merasakan keuntungannya secara langsung ketika bisnis mereka terus tumbuh.
Sedangkan Uber tak ubahnya seperti ongkang-ongkang kaki kala menikmati pertumbuhan yang dialami Grab di masa depan dengan bagian saham yang mereka punya di perusahaan tersebut. (dtc)