PEKANBARU - Rapor buruk harus diterima Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dari Badan Pemeriksa Keuangan Repbulik Indonesia (BPK RI) perwakilan Riau, Senin (26/5/2025).
Wali Kota Pekanbaru H Agung Nugroho SE MM usai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Kota (Pemko) tahun 2024 dari BPK RI tampak sedikit kecewa. Pasalnya, dari pemeriksaan LHP keuangan 2024 tersebut, Pemko Pekanbaru mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK Riau.
"Kita sangat tau kondisi Kota Pekanbaru yang biasanya kita mendapatkan 8 kali WTP, namun hari ini karena beberapa waktu lalu ada rangkaian-rangkaian kejadian, hari ini kita mendapatkan WDP," ungkap Agung.
Tak mau berlarut menyalahkan masa kepemimpinan para penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbau sebelumnya, Agung menjadikan ini sebagai 'cambuk' untuk merapikan keuangan Pemko.
Sebelumnya, pada pekan lalu, Agung sempat mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Imbasnya, beberapa pejabat Pemko Pekanbaru langsung dicopot dari jabatannya.
Kelima pejabat yang dibebastugaskan yakni Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Yuliarso, Kepala BPKAD Yulianis, Kepala Bapenda Alek Kurniawan, Kepala Dinas Perkim Mardiansyah, serta Kepala Dinas PUPR Edward Riansyah.
Para pejabat diatas, kini tengah menjadi saksi dalam kasus korupsi yang menjerat mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan Sekda Pemko Pekanbaru Indra Pomi yang ditangani KPK.
"Iya betul, sejumlah pejabat di lingkungan Pemko Pekanbaru dinonaktifkan. Ini langkah mendukung pemberantasan korupsi," kata Agung kepada awak media Senin (26/5/2025).
Selain saksi, pejabat yang dinonaktifkan kini juga tengah diperiksa Inspektorat. Sehingga mereka diminta fokus terkait persoalan dan proses hukum yang sedang berjalan.
Kepala Inspektorat Pekanbaru Iwan Simatupang mengatakan pihaknya ingin para pejabat itu fokus dalam pemeriksaan. Sehingga penonaktifan sementara itu bisa mempermudah pemeriksaan.
"Biar fokus saja. Jadi tidak hanya saksi itu saja, tapi di Inspektorat juga diperiksa sesuai petunjuk Pak Wali Kota," kata Iwan.
Dalam fakta persidangan terdakwa Risnandar, ada pemotongan dana ganti uang (GU) dan tambah uang (TU) 10 persen di sejumlah instansi. Hal itu terungkap saat sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru untuk kasus yang menjerat mantan Pj Wali Kota saat itu.
Dalam sidang, saksi dari BPKAD Pekanbaru mengungkap masih ada pemotongan dana GU dan TU hingga saat ini.
Penonaktifan pejabat disebut setelah melakukan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Bahkan, Agung juga telah menerbitkan Instruksi Wali Kota tentang Larangan Suap, Pungutan Liar dan Pemotongan Pencairan Anggaran.
Dalam instruksi itu, melarang adanya pemotongan, gratifikasi atau memberikan hadiah dalam bentuk uang maupun barang hingga larangan pemotongan dana GU dan TU. Jika ditemukan, Wako Agung tak segan memberikan tindakan tegas sesuai aturan yang berlaku.
"Intinya semua yang masuk dalam dakwaan diperiksa oleh Apip/Inspetorat. Lalu semua di Plh sampai selesai pemeriksaan di Inspektorat selesai," kata Iwan.
Berlindung dengan dalih tersebut, tak semua pejabat yang bermasalah dengan hukum turut di copot oleh Wali Kota. Zulhelmi Arifin yang mrnjabat sebagai Pj Sekda Pekanbaru dan Zulfahmi Adrian selaku Kepala Satpol PP Pekanbaru selamat dari pencopotan.
Jika berkaca pada dalih alasan pencoptan, tentunya ini menjadi hal rancu.
Dari informasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tengah disidangkan, Risnandar menerima gratifikasi berupa uang dan barang dengan total nilai mencapai Rp906 juta dari berbagai pejabat di lingkungan Pemko Pekanbaru.
Sementara itu, Indra Pomi didakwa menerima gratifikasi senilai Rp1,215 miliar dari bawahannya secara bertahap dan tunai, bahkan disebut dilakukan secara terang-terangan di ruang kerja hingga toko baju ternama di Pekanbaru.
Berikut rincian penerimaan gratifikasi Risnandar Mahiwa yang diungkap JPU:
• Mei 2024: Rp5 juta dari Wendi Yuliasdi (Kabid Persampahan DLHK) melalui Sekretaris DLHK, Tengku Ahmad Reza.
• Juni 2024: Rp50 juta dari Mardiansyah (Kadis Perkim) melalui ajudan Rifaldy.
• Juni–November 2024: Rp70 juta dan tas Bally senilai Rp8,5 juta dari Zulhelmi Arifin (Kadis Disperindag saat itu, kini Plt Sekda).
• Juli–November 2024: Rp200 juta dari Yulianis (Kepala BPKAD).
• Juli–November 2024: Rp80 juta dan dua kemeja senilai Rp2,5 juta dari Alek Kurniawan (Kepala Bapenda).
• Agustus–November 2024: Rp350 juta dari Indra Pomi Nasution (Sekda).
• Juni–September 2024: Rp40 juta dari Yuliarso (Kepala Dishub).
• November 2024: Rp100 juta dari Edward Riansyah (Kepala Dinas PUPR).
Sementara gratifikasi yang diterima Indra Pomi Nasution meliputi:
• Uang tunai dari Kabag Umum Setdako Haryadi Wiradinata sebanyak tujuh kali, total sekitar Rp1 miliar, diserahkan melalui ajudan Indra Putra Siregar. Lokasi penyerahan termasuk toko baju Martin dan kantor DPRD Pekanbaru.
• Rp5 juta dari Zulhelmi Arifin (Maret 2024) di ruang kerja Sekdako Pekanbaru.
• Menerima uang secara tunai dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemko Pekanbaru (Yulianis) secara bertahap. Pertama, pada Juni 2024, bertempat di ruang kerja Sekdako Pekanbaru, sebesar Rp15 juta. Kedua, September 2024, di ruang kerja sekdako Pekanbaru, sebesar Rp20 juta.
Ketiga, Oktober 2024, bertempat di ruang kerja Sekdako Pekanbaru, sebesar Rp30 juta. Keempat, bertempat di ruang kerja Sekdako Pekanbaru, sebesar Rp20 juta. Semua uang itu diserahkan ke Indra Pomi Nasution secara tunai melalui ajudannya yaitu Indra Putra Siregar.
• Menerima uang dari Kepala Bidang PSU di Dinas Perkim (Martin) dengan total Rp25 juta secara bertahap pada Bulan Maret, Juni dan Oktober 2024.
• Menerima uang dari Kepala Badan Pendapatan Daerah Pemko Pekanbaru (Alek Kurniawan) sebesar Rp10 juta.
• Menerima uang secara tunai dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Pemko Pekanbaru (Zulfahmi Adrian) sebesar Rp5 juta pada Agustus 2024.
• Menerima uang secara tunai dari Kepala Dinas Perhubungan Pemko Pekanbaru (Yuliarso) sebesar Rp50 juta melalui ajudannya (Indra Putra Siregar) pada November 2024.
Dari data diatas jelas Pj Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Pekanbaru, Zulhelmi Arifin dan Kasatpol PP Prkanbaru Zulfahmi ada perannya. Namun kedua nama tersebut, masih duduk nyaman di kursi empuk Pj Sekdako Pekanbaru dan Kasatpol PP Pekanbaru.
Padahal jelas, Zulhelmi Arifin yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru turut berpartisipasi dalam kasus dugaan korupsi ini. Ia memberikan uang sebesar Rp5 juta kepada Indra Pomi di ruang kerja Sekdako Pekanbaru pada Maret 2024. Selain itu pada bulan Juni–November 2024, Ami memberikan uang sebesar Rp70 juta dan sebuah tas Bally senilai Rp8,5 juta ke Risnandar Mahiwa.
Sementara itu, Zulfahmi selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Pemko Pekanbaru juga menyetor sebesar Rp5 juta pada Agustus 2024 kepada Indra Pomi.
Belum ada keterangan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kejanggalan ini. Karena hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Wali Kota Pekanbaru. Hanya spekulasi liar yang berkembang dikalangan Pemko Pekanbaru. Kabarnya kedua alumni IPDN, punya 'kekuatan' yang membuat Wali Kota 'gentar'.
Tentunya itu bukan isapan jempol belaka, keduanya (Zulhemi dan Zulfahmi,red) pernah berduet menumbangkan bando reklame yang diduga "dibekingi" oleh oknum lnstansi Tinggi Negara.
Tak hanya itu, Zulhelmi, pernah mempidanakan mantan anak buahnya tahun 2022 lalu. Honorer tersebut dilaporkan, akibat menyebar rekaman terkait dugaan penyuapan terhadap BPK RI. Saat itu, Zulhemi yang menjabat sebagai Kepala Bapenda Pekanbaru tengah melkasanakan rapat tertutup dengan pegawainya. Kemudian salah seorang pegawai honorenyanya menyebarkan rekaman suara yang diduga suara Zulhelmi terkait Laporan piutang pajak demi WTP.
Rekaman tersebut sempat menyebar di media sosial Youtube pada Agustus 2022 lalu. Namun dengan kepiawaiannya, Zulhelmi bisa menenggelamkan isu tersebut sehingga tidak ditindak dilanjuti Instansi penegak hukum.
Dengan sepak terjang dari Zulhelmi dan Zulfahmi, agaknya membuat Wali Kota Pekanbaru enggan mengambil keputusan gegabah dan memilih bungkam terkait kejanggalan ini.
